Tags

, , ,

         Memang aku yang bodoh atau aku yang terlalu lugu untuk menerima kehadiran mu dalam waktu yang dulu ku lalui. Aku yang begitu bodoh dengan senang menerima kehadiranmu. Kehadiran mu yang kini mulai membawa kebimbangan. Kebimbangan antara masih dalam waktu yang harus ku rajut diantara namamu, atau aku harus pergi dari waktu yang kurajut diantara namamu. Aku yang begitu lugu, lugu akan hadirnya hal baru, kiasan baru, kisah baru. Lugu akan hal baru yang begitu ku nikmati, hingga kini aku dalam kebimbangan. Lugu akan kiasan-kiasan baru yang membuatku melayang, melayang tinggi seakan ku memang tak ingin turun lagi untuk menyadari keluguanku. Lugu akan kisah baru, kisah baru yang seakan menjadi setitik cahaya dimalam kelam dalam lembaran kisah lamaku. Ya kini aku mulai sadar akan kebodohan dan keluguanku. Kebodohan yang membawa kebimbangan dan keluguan yang membawa petaka. Kebimbangan ini seakan tiada ujung, tiada ujung karena diantara kita tak ada yang mulai berbicara. Saling diam mungkin yang sering kita pilih. Diam itu tak memberi ujung atas semuanya. Tapi keluguan ini sungguh membawa petaka. Petaka dimana harus ada yang dikorbankan. Dikorbankan dalam bentuk yang menyakitkan. Sesakit apapun yang harus diambil. Pilihannya adalah antara aku yang mengambil atau kamu yang mengambil. Pengorbanan ini mungkin akan membawa kesakitan yang pedih atau mungkin paling pedih itu adalah munculnya jarak antara kita, dan mungkin diantara kita akan ada yang pergi dalam lembar kisah hidup kita. Sesakit, sepedih, sepahit apapun itu pengorbanan mungkin tak ada keputusan lain selain harus aku yang mengambilnya, karena diam kita tak pernah berujung. Kini aku mulai mencoba dan akan terus mencoba melangkah kebelakang, menghilang dengan pelan dari lembaran kisahmu. Kisahmu sekarang lebih pantas untuk kau sambung dengan benang-benang keyakinan yang akan membuatmu bahagia. Kisahku yang akan mundur perlahan dari lembaran kisahmu semoga menjadi penerang-lentera diantara lembaran kisah kita yang akan terbakar oleh waktu dan keputusan ini.

 

wiji lestari